Thursday, November 4, 2010

Visit Batusangkar

Pada bulan Oktober lalu tepatnya tanggal 9 si sayah berangkat bersama sang sahabat Elin ke Batusangkar. Maksud hati adalah menghadiri doa bersama dan syukuran Om nya Elin karena beliau akan berangkat ke tanah suci Mekkah. benar-benar tujuan mulia sekali... hehehe.. Namun apa yang terjadi saat sayah dan si Elin nyampe di Batusangkar?? ternyata.... syukuruannya di undur minggu depan ajaaaa... *huft...pengen nimpuk si elin* Ga ada konfirmasi sebelumnya siiiih...

Udah kepalang tanggung berada di Batusangkar, maka sayah pun mengunjungi tenpat2 yang menarik dan wisata kuliner. Batusangkar adalah merupakan Kota Budaya di Sumatera Barat. Mengapa demikian? Karena pusat pemerintahan Kerajaan Pagaruyung terletak di Kab. Tanah Datar ini, dan istana-istana para raja pun berada di sini. Menyenangkan rasanya bisa berkeliling-keliling daerah dimana daerah ini kaya akan sejarah. Membanggakan sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah hehehe... *kedipkedip*...Photobucket

Ada beberapa objek yang sayah kunjungi...
1. Batu Angkek Angkek
Batu Angkek Angkek ini terletak di Desa Sungayang, Kab. Tanah Datar. Sebuah batu antik berwarna hitam, ada lubang kecil ditengahnya juga ada tulisan lafadz Allah dan Muhammad dipermukaannya berbentuk seperti kura-kura,dibagian pinggirnya berwarna tembaga.Tapi ini batu asli lho. Penduduk Sungayang menyebut batu tersebut dengan nama Batu Angkek-Angkek, batu ini dipercaya oleh masyarakat sekitar memiliki kekuatan gaib yang mampu meramal nasib seseorang.
Batu itu dapat meramal nasib seseorang dengan cara seseorang itu harus mencoba untuk mengangkat batu tersebut.Jika batu tersebut dapat diangkat oleh seseorang yang punya niat akan sesuatu,berarti niatnya itu akan kesampaian atau terkabul.Jika seseorang tersebut tidak dapat mengangkat batu tersebut maka niat atau maksudnya tidak akan terkabul.Begitulah Batu Angkek-Angkek ini meramal nasib seseorang. Jika anda berniat untuk mencoba mengangkat Batu anggkek-Angkek tersebut anda dapat mengunjungi sebuah rumah gadang keturunan Datuak Bandaro Kayo di Nagari Tanjuang Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah datar. Lokasinya berjarak kira-kira 11 km dari kota Batusangkar.
Jika anda berniat untuk mencoba mengangkat Batu anggkek-Angkek tersebut anda dapat mengunjungi sebuah rumah gadang keturunan Datuak Bandaro Kayo di Nagari Tanjuang Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah datar. Lokasinya berjarak kira-kira 11 km dari kota Batusangkar.
Menurut penjaganya yang merupakan keturunan Datuak Bandaro Kayo yang ke sembilan.Batu itu pertamakali ditemukan oleh Datuak Bandaro Kayo ketika akan memancang tonggak (tiang) rumah.
Konon dahulunya,Datuak Bandaro Kayo adalah kepala kaum suku Piliang bermimpi didatangi oleh seorang ulama besar Syech Ahmad,dalam mimpinya Syech Ahmad berpesan agar Datuak Bandaro Kayo mendirikan sebuah kampung.Sekarang kampung itu adalah Kampung Palagan.
Keanehan terjadi ketika Datuak Bandaro Kayo memulai memancangkan tonggak pertama.Ketika itu terjadi gempa lokal yang disusul dengan hujan panas selama empat belas hari empat belas malam.Dengan terjadinya peristiwa tersebut masyarakat mengadakan musyawarah.Pada saat musyawarah itu berlangsung terdengar suara aneh yang berasal dari lubang tempat Datuak Bandaro Kayo memancangkan tonggak pertama itu.Suara itu memberitahukan bahwa didalam lubang tersebut ada sebuah batu.Suara itu juga berpesan agar batu itu dijaga baik-baik.
Oleh Penemunya Datuak Bandaro Kayo Batu itu diberi nama Batu Pandapatan yang maksudnya batu yang didapat.
Entah siapa yang memulai atau siapa yang bermimpi batu tersebut dapat meramal nasib,sampai sekarang tidak diketahui.Yang didapati dari yang tua-tua hanya sebuah kepercayaan bahwa batu tersebut dapat meramal nasib seseorang dengan cara mengangkatnya.
Oleh karena batu ini sering diangkat (oleh setiap orang yang meramal nasibnya).Maka saat sekarang Batu ini lebih terkenal dengan nama Batu Angkek-Angkek ketimbang Batu Pandapatan. (Angkek=Angkat).
Batu ini dipercaya oleh masyarakat memiliki kekuatan gaib dapat meramal nasib seseorang entah iya, entah tidak, entah lah.Yang jelas orang cukup banyak mendatangi Rumah Gadang keturunan Datuak Bandaro Kayo tersebut,mulai dari masyarakat sekitar,lokal dan juga nasional.

2. Istana Baso Pagaruyung
Kebetulan lewat, ternyata istana ini udah di bangun kembali, sayangnya si sayah ga sempat masuk, karena kata si penjaganya di dalam belum ada isinya.... *kecewaberat*... Pada 27 Februari 2007 Istano Basa terbakar disambar petir meluluh lantakkan semua bangunan tersebut.Pembangunan istana ini memakan waktu yang cukup lama ternyata, dan sayah kecewa ga bisa masuk ke dalam Rumah gadang tersebut. Cukup puas dengan hanya melihat dari luar dan memotretnya.... Menyenangkan...
Ini Istana Basa Pagaruyung yang baru di banguuuuun...
3. Istana Silinduang Bulan

Rumah Gadang Tuan Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang Bulan yang berdiri di Melayu Ujung Kapalo Koto atau di Balai Janggo Pagaruyung kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat adalah rumah pusaka dari Keluarga Besar Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung. Diresmikan pada tanggal 21 dan 23 Desember 1989. Merupakan pengganti Rumah Tuan Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang Bulan yang terbakar pada 3 Agustus 1961. Merupakan untaian dari sejarah yang panjang yang tak terputuskan dari masa kerajaan Pagaruyung tempo dulu. Pada tanggal 3 Agustus 1961 Istano Si Linduang Bulan terbakar lagi.

Istano Si Linduang Bulan yang ada sekarang didirikan kembali di tapak Istano yang terbakar pada tahun 1961. Pembangunannya dimulai pada tahun 1987 dan diresmikan pada tahun 1989. Diprakarsai oleh Drs. Sutan Oesman Yang Dipertuan Tuanku Tuo Ahli Waris Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung, Tan Sri Raja Khalid bin H. Raja Harun, Raja Syahmenan bin H.Raja Harun, Aminuzal Amin Datuk Raja Batuah, Basa Ampek Balai, ninik mamak Nagari Pagaruyung, anak cucu keturunan dari Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dalam kaitannya sebagai “Sapiah Balahan, Kuduang Karatan”. Kemudian didorong sepenuhnya oleh Ir. H. Azwar Anas Gubenur Sumatera Barat. Sedangkan pembangunan Istano Si Linduang Bulan dibiayai secara bersama oleh keluarga ahli waris dan anak cucu keturunan serta zuriat dari Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung beserta masyarakat adat.
Istana Silinduang Bulan sebelum terbakar
Istana Silinduang Bulan Pasca Kebakaran
Peresmiannya dilakukan dalam sebuah upacara adat kebesaran, melibatkan para pemangku adat se alam Minangkabau: Basa Ampek Balai, Tuan Gadang Batipuah, Tampuak Tangkai Alam di Pariangan, Gajah Gadang Patah Gadiang di Limo Kaum, Simarajo Nan Sambilan, Langgam Nan Tujuah, Lubuak Nan Tigo, Tanjuang Nan Ampek, Sapiah Balahan Kuduang Karatan, Kapak Radai, Timbang Pacahan dan zuriat keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung. Di Pagaruyung terdapat dua buah istana. Pertama, Istano Si Linduang Bulan, yang berdiri di Balai Janggo Pagaruyung, sebagai istana pengganti dari istana raja yang terbakar, sebagaimana yang dijelaskan di atas. Kedua, Istano Basa, yang mulai dibangun pada tahun 1976 di Padang Siminyak Pagaruyung (letaknya satu kilometer dari Istano Si Linduang Bulan) di atas tanah milik keluarga ahli Waris Raja Pagaruyung yang dipijamkan kepada pemerintah selama bangunan tersebut masih berdiri. Istano Basa didirikan atas biaya sepenuhnya dari pemerintah daerah Sumatera Barat yang berfungsi sebagai musium dan objek kunjungan wisata, sedangkan istano Si Linduang Bulan dibiayai oleh ahli waris dan anak cucu keturunan dari Daulat yang Dipertuan Raja Pagaruyung.

Sekarang Istano Si Linduang Bulan tidak lagi menampilkan sosoknya sebagai Istana Raja, karena sejak kemerdekaan Republik Indonesia, keluarga ahli waris Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung sudah menyatukan diri dengan negara kesatuan Republik Indonesia. Namun begitu Istano Si Linduang Bulan tetap berfungsi sebagai Pusat Adat bagi masyarakat Minangkabau. Fungsi ini sudah merupakan adat dan menjadi bagian dari budaya bangsa.

4. Kawa Daun (?)
Tau ga apa itu 'Kawa daun' ?
Saat sayah berkunjung ke Batusangkar, sayah pernah melihat sebuah warung sederhana yang di depan warung bertuliskan "kawa daun". Berhubung sedang free time dan seorang pencinta kopi maka sayah mencoba untuk mampir dan berniat mencoba meminum kawa daun ini. Penduduk Batusangkar menyebutnya dengan Aia Kawa (air kawa). Aia Kawa adalah salah satu jenis minuman khas dari Ranah Minang yang terbuat dari daun kopi jenis lokal pilihan yang diolah terlebih dahulu. Konon kabarnya, zaman Jepang berkuasa, seluruh hasil panen buah kopi segar dari Ranah Minang, diekspor keluar negeri oleh bangsa penjajah, sehingga warga pribumi tidak mendapat kesempatan untuk mencicipi nikmatnya hasil seduhan buah kopi ini . Minum kopi pada zaman itu mempunyai kebanggaan tersendiri. Kebiasaan meminum kopi melambangkan dia orang berkelas pada zaman itu.

Untuk membuat segelas seduhan Aia Kawa hampir mirip dengan membuat air teh. Bedanya Aia Kawa dibuat dari daun kopi jenis lokal yang tidak diketahui variannya. Daun kopi dikeringkan terlebih dahulu, dengan menyangrai (ditaruh di atas perapian) sampai daun kopi mengering selama kurang lebih 12 jam. Setelah itu, daun yang mengering dicampur dengan air dingin dan dimasak sampai airnya mendidih. Uniknya, untuk menikmati Aia Kawa ini kita tidak menggunakan gelas atau cangkir seperti biasanya tapi mengunakan wadah dari tempurung kelapa yang diberi tatakan bambu. Aia Kawa diseruput dengan pelan, hawa hangat terasa merayap di rongga dada. Nikmatnya... sebagai teman minum Aia Kawa, biasanya oleh sang pemilik warung menyediakan makanan ringan. Seperti Bika atau Singgang (Sejenis kue basah yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan kelapa muda, dan gula pasir. Proses pematangan bika ini, punya ciri khas juga karena dibakar dalam belanga (periuk tanah yang dibuat dari tanah liat)) dan gorengan dengan ukuran besar. kebetulan sayah makan gorenan kalo di Bandung sejenis bala-bala, kalo di sini bakwan dengan ukuran jumbo. Photobucket. Lokasi sayah meminum ini Aia kawa ini cukup dingin, di desa Rao-rao sebelah atas. Dingin dan sangat cocok mengkonsumsi aia kawa yang hangat. masalah harga di warung ini 'murah meriah' banget... sayah dan teman-teman sayah memesan 3 Aia Kawa dan 6 gorengan dengan membayar Rp. 7500,00 sajah. Murah bukan??/ hehehe....

5. Ayam Penyet Bendungan
sama seperti ayam penyet yang berada di pulau jawa sana, cuma yang menarik adalah kawasannya. Jauh dari kota namun udara disini sangat sejuk, cenderung dingin. nyaman untuk makan bersama teman-teman dan keluarga. sayah lupa mengabadikan semua yg terjadi disini karena berhubung saat itu perut udah lapar berkeliling-keliling dengan wisata kuliner dan eisata budaya,,...

Sayah pulang kembali ke Padang dengan perasaan fresh karena udah wisata kuliner. Pengen balik lagi ke Batusangkar karena ada yang tertinggal di sana Photobucket, cuma blm tau kapan bisa kesana lagi. Coming soon deh hehehe...

3 comments:

  1. huy,,,salam kenal. :D

    Lai urang awak juo kironyo...
    hehehehe

    trimakasih sudah mampir kmbali... :D

    Btw, Di Bandungnya di mana ? Kuliahnya dimana ?

    ReplyDelete
  2. hey salam kenal jugaaa,,,
    Iya nih urang awak :)

    sama sama, makasih juga udh mampir..
    di Bandung, kuliah di Univ, Pendidikan Indonesia :D. . .

    ReplyDelete
  3. salam, selamat berkenalan.. saya berminat untuk mengetahui dengan lebih lanjut berkenaan rumah minangkabau di Padang, sumatera, riau, dan seangkatan dengannya.. jika saudari berkelapangan, harap dapat menghubungi semula... mungkin boleh berkongsi pendapat dan idea.. terima kasih

    ReplyDelete